BAGIAN KEDUAPULUHSATU
KHAIBAR DAN UTUSAN
KEPADA RAJA-RAJA
[Tulisan 2 Dari 4]
KHAIBAR DAN UTUSAN
KEPADA RAJA-RAJA
[Tulisan 2 Dari 4]
Tindakan Muhammad mengirim utusan-utusan itu memang luarbiasa sekali menakjubkan. Betapa tidak! Belum selang tigapuluh tahun sesudah itu daerah-daerah tempat Muhammad mengirim utusan-utusannya itu telah dimasuki oleh kaum Muslimin dan sebagian besar mereka telah beragama Islam. Akan tetapi ketakjuban akan segera hilang bila kita ingat, bahwa kedua imperium raksasa ini, yang telah mengemudikan jalannya dunia masa itu, dengan peradabannya yang telah menguasai seluruh dunia, mereka ini saling memperebutkan kemenangan materi, sementara kekuatan rohani keduanya sudah rontok dan hilang. Persia sendiri sudah terbagi antara paganisma dan Mazdaisma. Demikian juga agama Kristen di Bizantium sudah goyah sekali karena adanya pelbagai macam aliran sekta dan golongan. Ia sudah tidak lagi merupakan suatu ajaran yang utuh, yang dapat menggerakkan dan memberi tenaga hidup ke dalam jiwa manusia. Malahan ia sudah berbalik menjadi sekadar upacara-upacara serta tradisi yang dielu-elukan oleh pemuka-pemuka agama kedalam pikiran orang-orang awam supaya dapat mereka itu dikuasai dan diperkuda. Sedang ajaran baru yang dibawa oleh Muhammad dasarnya adalah kekuatan rohani yang murni. Ia dapat mengangkat martabat manusia ke tingkat yang lebih tinggi sesuai dengan sifat kemanusiaannya. Apabila materi dan rohani itu bertemu, kepentingan yang bersifat sementara bertentangan dengan yang abadi sifatnya, maka segala materi dan yang bersifat sementara itu akan kalah adanya.
Disamping semua itu, baik Persia mau pun Bizantium, dengan besarnya kekuasaan yang ada pada mereka, sebenarnya mereka sudah sama-sama kehilangan tenaga inisiatif dan kreatifnya. Dalam bidang pemikiran, dalam mengembangkan selera dan bekerja mereka hanya sekedar meniru dan meneruskan yang ada. Segala macam pembaruan dianggap bid’ah (menyimpang dari agama) dan setiap penyimpangan adalah sesat.
Masyarakat manusia seperti pribadi manusia dan seperti setiap makhluk hidup juga, ia selalu berkembang setiap hari. Kalau ia masih muda belia, maka perkembangannya bersifat membentuk, membangun dan menambaqh vitalitas dalam hidupnya sendiri. Dengan demikian, hidupnya itu akan menyusut terus-menerus, ia akan meluncur turun sampai ke dasarnya yang terakhir. Masyarakat manusia yang sudah meluncur turun sampai kedasarnya itu, nasibnya akan dibentuk dalam bentuk yang baru samasekali oleh unsur dari luar dengan segala kesemarakan hidupnya. Unsur dari luar yang penuh dengan tenaga hidup yang bersemarak itu, di samping Persia dan Bizantium, adanya bukan di bilangan Tiongkok atau India, juga bukan di tengah-tengah Eropa, melainkan unsur itu ialah Muhammad sendiri.
Sudah wajar sekali bila ajarannya yang segar bersemarak itu akan dapat mengembalikan denyutan hidup baru yang penuh vitalitas ke dalam jiwa yang sedang mengalami kehancuran dari dalam itu, yang disebabkan oleh pengaruh tradisi agama dan takhayul, yang sudah hidup berakar menggantikan kedudukan iman dan akidah. Kerdip iman baru yang telah menyinari kalbu Rasul itu, kekuatan jiwanya yang sudah melampaui segala kekuatan, itulah yang memberikan ilham kepadanya untuk mengirim utusan-utusan mengajak pembesar-pembesar dunia itu mengenal ajaran Islam, sebagai agama yang benar, agama yang sempurna, agama Allah Yang Maha Agung. Mengajak mereka mengenal agama yang akan membebaskan pikiran manusia supaya dapat menilai, akan membebaskan jantung orang supaya dapat menyadari, dapat berpikir. Dalam sistem hidup berakidah dan bermasyarakat, ia telah meletakkan kaidah-kaidah umum buat manusia yang akan merupakan keseimbangan antara kemampuan rohani dengan kekuatan materi yang akan dapat menguasai jiwa. Dengan jalan keseimbangan itu manusia akan dapat mencapai tujuan berupa kekuatan dalam menghadapi hidup, suatu kekuatan yang bersih dari segala kelemahan dan kecongkakan hati. Dengan sistem masyarakat demikian itu manusia akan sampai ke tempat yang lebih baik seperti yang diharapkan, setelah ia melalui pelbagai macam proses evolusinya di tengah-tengah semua makhluk alam ini.
Adakah Muhammad akan mengirim utusan-utusannya kepada raja-raja itu kalau ia masih kuatir akan adanya pengkhianatan pihak Yahudi yang tinggal di sebelah utara Medinah? Memang dia sudah membuat perjanjian Hudaibiya. Dari pihak Quraisy sudah aman, dari sebelah selatan juga sudah aman. Tetapi dari sebelah utara ia tidak akan merasa aman sekiranya nanti Heraklius atau Kisra datang meminta bantuan Yahudi Khaibar, atau juga dendam lama dalam hati mereka itu akan bangkit kembali, akan mengingatkan mereka kepada Banu Quraidza, Banu Nadzir dan Banu Qainuqa, saudara-saudara mereka seagama. Perkampungan mereka oleh Muhammad telah dikosongkan setelah dikepung dan terjadi pertempuran serta pertumpahan darah. Orang-orang Yahudi memusuhinya lebih sengit lagi daripada Quraisy, sebab mereka lebih bertahan dengan agama mereka itu daripada Quraisy. Juga di kalangan mereka orang cerdik pandai lebih banyak daripada di kalangan Quraisy. Memang tidak mudah mengadakan perjanjian perdamaian dengan mereka seperti perdamaian Hudaibiya, juga ia tidak akan merasa tenang terhadap mereka melihat permusuhan yang terjadi dahulu, mereka sebagai pihak yang tidak pernah menang. Wajar sekali mereka akan mengadakan pembalasan bila saja mereka mendapatkan bala bantuan dari pihak Heraklius. Jadi kalau begitu kekuasaan orang-orang Yahudi itu harus juga ditumpas sampai habis, sehingga samasekali mereka tidak akan bisa lagi mengadakan perlawanan di negeri-negeri Arab. Dan hal ini harus cepat-cepat dilaksanakan, sebelum ada waktu yang cukup terluang buat mereka guna meminta bantuan pihak Ghatafan atau kabilah-kabilah lain yang membantu mereka dan sedang memusuhi Muhammad.
Yang demikian inilah yang harus dilaksanakan.
Sekembalinya dari Hudaibiya - menurut sebuah sumber ia hanya tinggal limabelas malam, sumber lain menyatakan satu bulan. Disuruhnya supaya orang bersiap-siap untuk menyerbu Khaibar, dengan syarat hanya mereka yang ikut ke Hudaibiya saja yang boleh menyerbu, juga harus sukarela tanpa ada rampasan perang yang akan dibagikan.
Sebanyak seribu enam ratus orang dengan seratus kavaleri Muslimin itu sekarang berangkat lagi. Mereka semua percaya akan adanya pertolongan Tuhan, mereka masih ingat akan firman Tuhan dalam Surah Al-Fath yang turun semasa Hudaibiya.
Disamping semua itu, baik Persia mau pun Bizantium, dengan besarnya kekuasaan yang ada pada mereka, sebenarnya mereka sudah sama-sama kehilangan tenaga inisiatif dan kreatifnya. Dalam bidang pemikiran, dalam mengembangkan selera dan bekerja mereka hanya sekedar meniru dan meneruskan yang ada. Segala macam pembaruan dianggap bid’ah (menyimpang dari agama) dan setiap penyimpangan adalah sesat.
Masyarakat manusia seperti pribadi manusia dan seperti setiap makhluk hidup juga, ia selalu berkembang setiap hari. Kalau ia masih muda belia, maka perkembangannya bersifat membentuk, membangun dan menambaqh vitalitas dalam hidupnya sendiri. Dengan demikian, hidupnya itu akan menyusut terus-menerus, ia akan meluncur turun sampai ke dasarnya yang terakhir. Masyarakat manusia yang sudah meluncur turun sampai kedasarnya itu, nasibnya akan dibentuk dalam bentuk yang baru samasekali oleh unsur dari luar dengan segala kesemarakan hidupnya. Unsur dari luar yang penuh dengan tenaga hidup yang bersemarak itu, di samping Persia dan Bizantium, adanya bukan di bilangan Tiongkok atau India, juga bukan di tengah-tengah Eropa, melainkan unsur itu ialah Muhammad sendiri.
Sudah wajar sekali bila ajarannya yang segar bersemarak itu akan dapat mengembalikan denyutan hidup baru yang penuh vitalitas ke dalam jiwa yang sedang mengalami kehancuran dari dalam itu, yang disebabkan oleh pengaruh tradisi agama dan takhayul, yang sudah hidup berakar menggantikan kedudukan iman dan akidah. Kerdip iman baru yang telah menyinari kalbu Rasul itu, kekuatan jiwanya yang sudah melampaui segala kekuatan, itulah yang memberikan ilham kepadanya untuk mengirim utusan-utusan mengajak pembesar-pembesar dunia itu mengenal ajaran Islam, sebagai agama yang benar, agama yang sempurna, agama Allah Yang Maha Agung. Mengajak mereka mengenal agama yang akan membebaskan pikiran manusia supaya dapat menilai, akan membebaskan jantung orang supaya dapat menyadari, dapat berpikir. Dalam sistem hidup berakidah dan bermasyarakat, ia telah meletakkan kaidah-kaidah umum buat manusia yang akan merupakan keseimbangan antara kemampuan rohani dengan kekuatan materi yang akan dapat menguasai jiwa. Dengan jalan keseimbangan itu manusia akan dapat mencapai tujuan berupa kekuatan dalam menghadapi hidup, suatu kekuatan yang bersih dari segala kelemahan dan kecongkakan hati. Dengan sistem masyarakat demikian itu manusia akan sampai ke tempat yang lebih baik seperti yang diharapkan, setelah ia melalui pelbagai macam proses evolusinya di tengah-tengah semua makhluk alam ini.
Adakah Muhammad akan mengirim utusan-utusannya kepada raja-raja itu kalau ia masih kuatir akan adanya pengkhianatan pihak Yahudi yang tinggal di sebelah utara Medinah? Memang dia sudah membuat perjanjian Hudaibiya. Dari pihak Quraisy sudah aman, dari sebelah selatan juga sudah aman. Tetapi dari sebelah utara ia tidak akan merasa aman sekiranya nanti Heraklius atau Kisra datang meminta bantuan Yahudi Khaibar, atau juga dendam lama dalam hati mereka itu akan bangkit kembali, akan mengingatkan mereka kepada Banu Quraidza, Banu Nadzir dan Banu Qainuqa, saudara-saudara mereka seagama. Perkampungan mereka oleh Muhammad telah dikosongkan setelah dikepung dan terjadi pertempuran serta pertumpahan darah. Orang-orang Yahudi memusuhinya lebih sengit lagi daripada Quraisy, sebab mereka lebih bertahan dengan agama mereka itu daripada Quraisy. Juga di kalangan mereka orang cerdik pandai lebih banyak daripada di kalangan Quraisy. Memang tidak mudah mengadakan perjanjian perdamaian dengan mereka seperti perdamaian Hudaibiya, juga ia tidak akan merasa tenang terhadap mereka melihat permusuhan yang terjadi dahulu, mereka sebagai pihak yang tidak pernah menang. Wajar sekali mereka akan mengadakan pembalasan bila saja mereka mendapatkan bala bantuan dari pihak Heraklius. Jadi kalau begitu kekuasaan orang-orang Yahudi itu harus juga ditumpas sampai habis, sehingga samasekali mereka tidak akan bisa lagi mengadakan perlawanan di negeri-negeri Arab. Dan hal ini harus cepat-cepat dilaksanakan, sebelum ada waktu yang cukup terluang buat mereka guna meminta bantuan pihak Ghatafan atau kabilah-kabilah lain yang membantu mereka dan sedang memusuhi Muhammad.
Yang demikian inilah yang harus dilaksanakan.
Sekembalinya dari Hudaibiya - menurut sebuah sumber ia hanya tinggal limabelas malam, sumber lain menyatakan satu bulan. Disuruhnya supaya orang bersiap-siap untuk menyerbu Khaibar, dengan syarat hanya mereka yang ikut ke Hudaibiya saja yang boleh menyerbu, juga harus sukarela tanpa ada rampasan perang yang akan dibagikan.
Sebanyak seribu enam ratus orang dengan seratus kavaleri Muslimin itu sekarang berangkat lagi. Mereka semua percaya akan adanya pertolongan Tuhan, mereka masih ingat akan firman Tuhan dalam Surah Al-Fath yang turun semasa Hudaibiya.
“Orang-orang yang tinggal di belakang itu akan berkata ketika kamu berangkat mengambil harta rampasan perang: Biarlah kami turut bersama-sama kamu. Mereka hendak mengubah perintah Tuhan. Katakanlah: Kamu tidak akan turut bersama-sama kami. Begitulah Allah telah menyatakan sejak dulu. Nanti mereka akan berkata lagi: Tetapi kamu dengki kepada kami. Tidak. Mereka yang mengerti hanya sedikit saja.” (Qur’an, 48: 15)
Jarak antara Khaibar dengan Medinah itu mereka tempuh dalam waktu tiga hari. Dengan tiada mereka rasakan ternyata malamnya mereka telah berada di depan perbentengan Khaibar. Keesokan harinya bila pekerja-pekerja Khaibar berangkat kerja ke ladang-ladang dengan membawa sekop dan keranjang, setelah melihat pasukan Muslimin, mereka berlarian sambil berteriak-teriak:
“Muhammad dengan pasukannya!”
Ketika mendengar suara mereka itu Rasul berkata:
“Khaibar binasa. Apabila kami sampai di halaman golongan ini, maka pagi itu amat buruk buat mereka yang telah diberi peringatan itu.”
Akan tetapi Yahudi Khaibar memang sudah menanti-nantikan Muhammad akan menyerang mereka. Mereka ingin mencari jalan membebaskan diri. Sebagian mereka ini ada yang menyarankan supaya cepat-cepat dibentuk sebuah blok, yang terdiri dari mereka dan Yahudi Wadi’l-Qura dan Taima, yang akan langsung menyerbu Yathrib (Medinah) tanpa menggantungkan diri kepada kabilah-kabilah Arab yang lain. Sedang yang sebagian lagi berpendapat supaya masuk saja bersekutu dengan Rasul, kalau-kalau kebencian terhadap mereka dapat terhapus dari hati kaum Muslimin - terutama dari pihak Anshar - setelah dalam kenyataan Huyayy b. Akhtab dan segolongan Yahudi lainnya terlibat dalam usaha menghasut kabilah-kabilah Arab untuk menyerang Medinah dan secara kekerasan mengadakan perang Parit. Akan tetapi semangat kedua belah pihak sudah memuncak, sehingga sebelum terjadi perang pihak Muslimin sudah lebih dulu berhasil menewaskan pemimpin-pemimpin Khaibar masing-masing Sallam b. Abi’l-Huqaiq dan Yasir ibn Razzam. Oleh karena golongan Yahudi selalu mengadakan kontak dengan Ghatafan tatkala pertama kali tersiar berita Muhammad akan menyerang mereka, cepat-cepat mereka meminta bantuan kabilah-kabilah itu. Mengenai Ghatafan ini, para ahli masih berbeda pendapat: Jadikah kabilah ini memberikan bala bantuan, ataukah pasukan Muslimin sudah memutuskan hubungan dengan Khaibar?
Lepas dari apakah Ghatafan ini sampai membantu pihak Yahudi atau malah menjauhkan diri setelah Muhammad menjanjikan hendak memberikan harta rampasan perang nanti, namun kenyataannya peperangan ini merupakan perang terbesar yang pernah terjadi; mengingat pula kelompok-kelompok Yahudi di Khaibar ini merupakan koloni Israil yang terkuat yang paling kaya dan paling besar pula persenjataannya. Disamping itu pihak Muslimin pun sudah yakin sekali, bahwa selama Yahudi tetap menjadi duri dalam daging seluruh jazirah, maka selama itu pula persaingan antara agama Musa dengan agama baru ini akan jadi panjang tanpa dapat mencapai suatu penyelesaian. Dengan demikian mereka terjun menyabung nyawa tanpa ragu-ragu lagi.
Sebaliknya pihak Quraisy dan seluruh jazirah Arab berbaris menonton peperangan ini. Dari kalangan Quraisy sampai ada yang berani bertaruh mengenai kesudahan perang itu dan siapa pula yang akan menang. Kebanyakan Quraisy mengharapkan pihak Muslimin akan mengalami kehancuran, melihat kukuhnya benteng-benteng Khaibar yang sudah terkenal serta letaknya di atas batu-batu karang dan gunung, disamping pengalaman mereka yang cukup lama dalam medan perang.
Dengan persiapan senjata yang cukup kaum Muslimin sekarang sudah berada di depan perbentengan Khaibar. Yahudi juga sedang berunding dengan sesama mereka. Pemimpin mereka Sallam b. Misykam menyarankan, supaya harta-benda dan sanak keluarga mereka dimasukkan ke dalam benteng Watih dan Sulalim, bahan makanan dan perlengkapan dimasukkan ke dalam benteng Na’im, perajurit dan barisan penggempur dimasukkan ke dalam benteng Natat dan Sallam b. Misykam sendiri bersama-sama mereka, mengerahkan mereka dalam peperangan.
Sekarang kedua belah pihak sudah berhadap-hadapan di sekitar benteng Natat dan pertempuran mati-matian sudah pula dimulai. Dalam hal ini sampai ada yang berkata: “Yang luka-luka dari pihak Muslimin sebanyak limapuluh orang. Apalagi jumlah yang luka-luka dari pihak Yahudi.”
Setelah Sallam b. Misykam tewas, maka pimpinan pasukan di pegang oleh Harith b. Abi Zainab. Ia keluar dari benteng Na’im itu dengan maksud hendak menggempur pasukan Muslimin Tetapi oleh Khazraj ia dapat dihalau dan dipaksa kembali mundur ke bentengnya. Pihak Muslimin lalu memperketat kepungannya atas benteng-benteng Khaibar itu sedang pihak Yahudi mati-matian mempertahankan dengan keyakinan, bahwa kekalahan mereka menghadapi Muhammad berarti suatu penumpasan terakhir terhadap Banu Israil di negeri-negeri Arab.
Hal ini berlangsung selama beberapa hari. Kemudian Rasul menyerahkan bendera kepada Abu Bakr supaya memasuki benteng Na’im. Tetapi setelah terjadi pertempuran ia kembali tanpa berhasil menaklukkan benteng itu. Keesokan harinya pagi-pagi Rasui menugaskan Umar bin’l-Khattab. Tetapi dia pun mengalami nasib yang sama seperti Abu Bakr. Sekarang Ali b. Abi Talib yang dipanggilnya seraya katanya:
“Pegang bendera ini dan bawa terus sampai Tuhan memberikan kemenangan kepadamu.”
Ali berangkat membawa bendera itu. Setelah ia berada dekat dari benteng, penghuni benteng itu keluar menghadapinya dan seketika itu juga pertempuran pun terjadi. Salah seorang Yahudi dapat memukulnya dan perisai yang di tangannya terlempar. Tetapi Ali segera menyambar daun pintu yang ada di benteng dan dengan memperisaikan daun pintu yang masih di tangan itu ia terus bertempur. Benteng itu akhirnya dapat didobraknya. Kemudian daun pintu tadi dijadikannya jembatan dan dengan “jembatan” ini kaum Muslimin dapat menyeberang masuk ke dalam benteng itu. Akan tetapi benteng Na’im ini baru jatuh setelah komandannya, Harith b. Abi Zainab terbunuh. Hal ini menunjukkan betapa sebenarnya pihak Yahudi itu mati-matian bertempur dan betapa pula pihak Muslimin juga mati-matian mengepung dan menyerbu.
Setelah benteng Na’im jatuh, sekarang pihak Muslimin menaklukkan benteng Qamush setelah lebih dulu terjadi pertempuran sengit. Oleh karena persediaan bahan makanan pada mereka (Muslimin) sudah tidak mencukupi lagi terpaksa ada beberapa orang yang datang kepada Muhammad mengeluh, dan minta sesuatu sekadar dapat menyambung hidup, dan oleh karena tidak ada sesuatu yang dapat diberikannya kepada mereka itu, maka mereka diijinkan makan daging kuda. Dalam pada itu salah seorang dari pihak Muslimin melihat ada sekawanan kambing memasuki salah satu benteng Yahudi itu. Dua ekor kambing diantaranya dapat mereka tangkap, lalu mereka sembelih dan mereka makan bersama-sama.
Akan tetapi, setelah mereka menaklukkan benteng Sha’b b-Mu’adh, kebutuhan mereka sekarang sudah tidak begitu mendesak lagi, sebab ternyata di tempat ini persediaan makanan cukup banyak, yang akan memungkinkan lagi mereka meneruskan perjuangan melawan Yahudi dan mengepung benteng-benteng yang ada lainnya. Sementara itu tidak sejengkal tanah pun atau sebuah benteng pun mau diserahkan kepada pihak Yahudi sebelum mereka benar-benar mempertahankannya secara heroik dan setelah dengan segala tenaga mereka berusaha membendung serangan Muslimin itu. Dengan terlebih dulu menyiapkan persenjataan dan perlengkapan untuk berperang, tiba-tiba keluar Marhab orang Yahudi itu dari salah satu benteng sambil ia membaca sajak-sajak ini:
Khaibar sudah mengenal
Akulah Marhab
Memanggul senjata pahlawan teruji
Kadang menetak sekali memukul
Bila singa sudah muncul
Maka ia pun menggeram murka
Pertahananku
Inilah pertahanan tak terkalahkan
Segala serangan terlumpuhkan oleh si pendekar
Mendengar itu Muhammad berseru kepada sahabat-sahabatnya:
“Siapa yang akan menjawab ini.”
Saat itu juga Muhammad b. Maslama menjawab:
“Saya ya Rasulullah. Saya yang harus berontak menuntut balas. Saudara saya kemarin dibunuh.”
0 comments:
Post a Comment